Caption : Sidang Kasus Pembunuhan Berencana yang digelar di PN Kayuagung.
Radarsriwijaya.com, (Kayuagung). – Dua terdakwa kasus pembunuhan berencana, Alim Ardianto (32) dan Puguh Nurrohman alias Puguh (27), menyampaikan pledoi untuk meminta keringanan hukuman dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Kayuagung, Selasa (17/12/2024).
Melalui kuasa hukumnya, Noviyanto SH, dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Kabupaten OKI, kedua terdakwa memohon agar Majelis Hakim mempertimbangkan hukuman yang lebih ringan dari tuntutan mati yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Parit Purnomo SH MH.
Dalam pembelaannya, Noviyanto SH mengajukan argumentasi yang berbeda untuk masing-masing terdakwa berdasarkan peran mereka dalam kasus ini.
Pledoi Terdakwa Alim: Hukuman Mati Tidak Adil
Penasehat hukum Alim menyatakan bahwa meskipun mereka sependapat dengan pasal yang didakwakan oleh JPU, hukuman mati dianggap terlalu berat.
Dalam pledoinya, Noviyanto SH menekankan bahwa hukuman mati tidak mencerminkan prinsip keadilan dan tujuan utama hukum pidana, yaitu rehabilitasi dan pembinaan moral.
“Penjatuhan pidana bukan untuk membalas dendam, tetapi untuk memberikan kesempatan bagi terdakwa untuk introspeksi dan memperbaiki kehidupannya. Dalam hal ini, hukuman mati akan menghilangkan kesempatan itu,” ujar Noviyanto.
Lebih lanjut, ia meminta Majelis Hakim untuk mempertimbangkan dampak sosial yang telah diterima oleh terdakwa dan keluarganya. “Terdakwa Alim dan keluarganya sudah menerima sanksi sosial yang berat. Mereka akan terus dicap sebagai pembunuh dan keluarga pembunuh selama hidup mereka. Hal ini sudah cukup untuk menjadi hukuman tambahan bagi terdakwa,” tambahnya.
Selain itu, Noviyanto juga mengungkapkan bahwa terdakwa menunjukkan penyesalan yang mendalam atas perbuatannya. Ia memohon agar hukuman seumur hidup atau hukuman penjara yang lebih ringan dijatuhkan demi mencerminkan keadilan bagi terdakwa maupun keluarga korban.
Pledoi Terdakwa Puguh: Dakwaan Tidak Sesuai Peran
Sementara itu, untuk terdakwa Puguh, Noviyanto SH mengajukan pembelaan yang menolak dakwaan Pasal 340 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurutnya, peran Puguh dalam kasus ini tidak termasuk sebagai orang yang turut melakukan ( medelpeger ) pembunuhan berencana, melainkan hanya membantu melakukan ( medeplichtige ).
“Berdasarkan fakta persidangan, terdakwa Puguh tidak berperan dalam pelaksanaan ( delik ) tindak pidananya. Terdakwa Puguh hanya membantu pelaku utama tanpa keterlibatan dalam eksekusi pembunuhan terhadap korban,” jelas Noviyanto.
Ia menilai bahwa JPU keliru dalam mendakwa Puguh sebagai pelaku berdasarkan Pasal 340 KUHP, dan seharusnya dakwaan diterapkan Pasal 56 KUHP yang mengatur peran pembantu dalam tindak pidana.
“Atas dasar ini, kami memohon agar Majelis Hakim menyatakan dakwaan terhadap terdakwa Puguh batal demi hukum dan membebaskannya dari segala tuntutan. Jika Majelis Hakim memiliki pandangan lain, kami berharap putusan yang seadil-adilnya sesuai fakta hukum yang ada,” ujarnya.
Tuntutan Mati oleh JPU
Pledoi ini diajukan setelah pada Selasa (10/12/2024), JPU menuntut hukuman mati terhadap kedua terdakwa. Dalam tuntutannya, JPU menyebutkan bahwa kedua terdakwa bertindak dengan sangat keji dan tidak menunjukkan rasa penyesalan.
Kasus ini bermula dari pembunuhan Gustoni, seorang bos toko bangunan di Kecamatan Mesuji Raya, Kabupaten OKI. Fakta persidangan mengungkap bahwa Alim memiliki utang sebesar Rp 760 juta kepada korban. Uang tersebut awalnya diberikan untuk bisnis bersama, tetapi digunakan untuk berjudi online dan kebutuhan pribadi.
Tindak kejahatan ini dilakukan di depan anak korban, yang menyebabkan trauma mendalam. JPU juga menyoroti bahwa tidak ada upaya perdamaian dari terdakwa kepada keluarga korban, yang semakin memberatkan hukuman.
Sidang Selanjutnya
Sidang berikutnya dijadwalkan untuk tanggapan JPU ( Replik ) atas Pledoi dari Kedua Terdakwa. Kasus ini terus menyita perhatian publik karena menyangkut tuntutan hukuman mati dan dampak traumatik yang ditinggalkan pada keluarga korban.