Romansa Malam Tapai

Oleh : Dedi Kurniawan (Camat Kota Kayuagung)

Radar Sriwijaya (OKI) – Malam Tapai begitu sebutannya, Dekade era tahun 80-90an malam tapai begitu familiar bagi warga Kayuagung, malam tapai adalah semacam night market tradisional.

suasana malam tapai perdana digelar

Memanfaatkan jalur sungai komering para pedagang menawarkan hasil bumi dipinggiran sungai komering tepatnya antara didepan masjid jamik (masjid agung sholihin,red) sampai dengan kejembatan kayuagung (jembatan penghubung Mangunjaya-Kutaraya)

Dulu kondisi sungainya tidak seperti sekarang, pinggiran sungai itu masih sangat asli belum ada dam sungai, belum ada penerangan listrik dan belum ada pula dinas instansi pemerintah yang mengatur lapak tersebut, “night market” itu berjalan apa adanya namun malam tapai tersebut tak jarang juga menjadi tempat bertemunya muda-mudi Kayuagung, aroma romansa begitu kental karena dahulu belum ada telpon seluler atau media komunikasi digital, sehingga banyak muda-mudi memanfaatkan setiap malam sabtu untuk hadir di malam tapai.

Dari pelbagai sumber, diketahui dahulu para penjual menjajakan hasil bumi, makanan tradisional seperti tapai (tape), buah, sayur bahkan ada yang menjual kerajinan gerabah atau bahkan kebutuhan rumah tangga. Namun yang jelas tak ada makanan yang dijual mengandung zat-zat kimia atau aditif berbahaya semuanya masih orisinil dan aman untuk dikonsumsi.

Kini malam tapai itu sudah tidak lagi, tergerus oleh perkembangan dan kebutuhan zaman. Sekarang semua kebutuhan rumah tangga bisa dengan mudah didapat di market-market modern.

suasana malam tapai

Praktis penjual tradisional hanya bisa mengandalkan lapak di pasar resmi seperti pasar yang disediakan oleh pemerintah.

Menjamurnya supermarket modern, praktis hampir mematikan pedagang-pedagang ekonomi lemah, selain membawa efect ekonomi positif.

Beranjak dari pemikiran diatas, kami bersama-sama sekumpulan komunitas anak muda yang tergabung dalam KCC (kayuagung creative community) mencoba menghidupkan kembali malam tapai dengan konsep kekinian (foto terlampir).

Konsep tersebut menyuguhkan street market yang menyiapkan lapak bagi para pedagang tradisional dengan makanan-makanan khas yang sekarang sudah sulit dijumpai, seperti tapai (tape) dengan varian rasa dalam kemasan yang menarik,  lalu ada Putu (sejenis kue), martabak gula, dan makanan-makanan lain yang hanya dijumpai pada pasar-pasar tradisional, termasuk barang bekas (babe) berkualitas dijual disitu.

inilah wajah wajah KCC (kayuagung creative community)

Pada penyelenggaraan malam tapai satu bulan yang lalu dilaksanakan di pinggiran sungai daerah Mangunjaya, kini pada tanggal 3 nov 2017 malam sabtu nanti maka malam tapai yang kedua kalinya akan di laksanakan di sekitaran daerah sungai komering Cintaraja/Sidakersa.

Antusias Warga Kayuagung sangat luar biasa, ini dibuktikan pada malam tapai pertama dihadiri ribuan warga Kecamatan Kota Kayuagung.

Menyikapi keinganan warga maka malam tapai kali ini akan dilakukan dengan beberapa evaluasi hasil pelaksanaan malam tapai pertama kali.

Salah satunya mengenai varian dagangan, relokasi malam tapai, serta penataan lapak-lapak tradisionil.

Menurut Hengki Prandeska selaku koordinator Malam tapai yang akan dilaksanakan pada tanggal 3 november 2017 bada isya, malam itu akan disiapkan live music, makanan tradisionalnya akan lebih banyak dan pula panitia sudah membuat booth-booth menarik bagi pengunjung untuk menambah koleksi foto-foto instagramnya, termasuk panitia juga akan mengundang komunitas pengamen dan komunitas lainnya.

Berikut
Ada lima value positif dari malam tapai :

1. UMKM, membantu para penjual tradisional

2. Enterpreneurship, sekumpulan anak muda
belajar untuk menjadi productive organizer

3. Budaya, era 70-90 malam tapai ini “legend”

4. Pemuda, penggeraknya para remaja positif.

5. Sosial dan gotong royong, ada kumpulan sedekah rombongan dari hasil malam tapai ini, semuanya dilakukan dengan jiwa gotong royong. (rel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *