Caption : Foto bersama narasumber Workshop Internasional
Radar Sriwijaya, (Palembang) – Upaya pencegahan dan penanganan kebakaran hutan serta restorasi gambut menjadi fokus utama dalam International Workshop on Peatland Restoration for Sustainable Development yang digelar di Sumatera Selatan pada 3 September 2025. Acara ini menghadirkan sejumlah pakar dari berbagai institusi, termasuk Kementerian Kehutanan Indonesia, Universitas Sriwijaya, dan lembaga riset internasional.
Dalam presentasinya berjudul “Forest Fire Management in Indonesia: A Reflection to Prevent Forest Fire in the Future”, Dr. Israr Albar dari Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan menekankan bahwa manajemen kebakaran harus mencakup pencegahan, penanggulangan, dan pascakebakaran dengan dukungan regulasi dan koordinasi yang kuat. Upaya pencegahan dilakukan melalui deteksi dini, patroli terpadu, edukasi masyarakat, serta modifikasi cuaca, sementara penanggulangan mencakup pemadaman darat, operasi udara, hingga water bombing.
“Kesuksesan pengendalian kebakaran bergantung pada sinergi antar lembaga, teknologi pemantauan satelit, serta pemberdayaan komunitas peduli api,” ujar Dr. Israr. Ia juga menyoroti pentingnya penguatan kapasitas tim Manggala Agni melalui sertifikasi, pelatihan, penggunaan drone, dan manajemen logistik.
Sesi berikutnya menghadirkan Dr. Umar Harun dari Universitas Sriwijaya yang memaparkan hasil penelitian pascakebakaran di kawasan gambut topogenik Arboretum Inderalaya. Berdasarkan pengamatan sembilan tahun pasca kebakaran besar 2015, vegetasi gambut terbukti mampu melakukan pemulihan alami. “Kami menemukan 20 spesies dari 16 famili dengan dominasi spesies pionir seperti Alstonia scholaris dan Melaleuca spp. Kondisi ini menunjukkan potensi positif untuk model konservasi dan rehabilitasi gambut,” jelas Dr. Umar.
Sementara itu, Dr. Wijaya Mardiansyah menyoroti pengaruh fenomena iklim global El Niño dan Indian Ocean Dipole (IOD) terhadap dinamika hidroklimatologis di lahan gambut Ogan Komering Ilir (OKI) periode 2019–2023. Penelitiannya menunjukkan bahwa musim kemarau dengan El Niño dan IOD+ memperparah penurunan curah hujan, kelembapan tanah, dan muka air gambut sehingga meningkatkan jumlah hotspot kebakaran. Diskusi di moderatori oleh wakil ketua workshop internasional Dr. Irmawati, S.P., M.Sc., M.Si.
Diskusi juga menyoroti efektivitas sistem peringatan dini kebakaran gambut di Sumatera Selatan. Menurut Dr. Merna, perangkat peringatan dini masih terbatas dan belum mampu menyediakan data real time secara memadai. Ia merekomendasikan penambahan perangkat dan perluasan akses data untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat maupun pemerintah.
Sebagai moderator sesi penutup, Dr. M. Yazid memandu pengisian kuesioner penelitian gambut masa depan, yang akan menjadi dasar kolaborasi riset antara Indonesia dan Korea. “Hasil dari forum ini diharapkan dapat mengarahkan agenda riset yang lebih fokus dan aplikatif, terutama terkait pengelolaan dan restorasi gambut berkelanjutan,” ungkapnya.
Workshop ditutup oleh Prof. Rujito yang menegaskan pentingnya sinergi lintas pihak. “Kesehatan ekosistem gambut adalah kunci bagi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Mari kita bawa momentum diskusi ini menjadi aksi nyata di lapangan,” pungkasnya.