Polisi Bongkar Praktik Aborsi di Tengah Kota

Radar sriwijaya –Subdit IV/Renakta Ditreskrimum Polda Sumsel, Rabu (6/12), mengamankan dr WG (72) bersama seorang mahasiswi berinisial NM alias Mia (24) dalam operasi penggerebekan di tempat praktik dokter umum itu di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 102, samping RM Pagi Sore, Simpang RS Charitas, Kelurahan 20 Ilir D1, Kecamatan Ilir Timur I, Palembang.

Sebelumnya anggota Tim Opsnal Subdit IV/Renakta mendapat informasi bahwa dr WG tersebut sering melakukan praktik aborsi. Setelah melakukan penyelidikan beberapa hari, polisi mendatangi lokasi dan menemukan Mia yang sedang berada di ruang praktik sang dokter. Di ruangan tersebut juga ditemukan beberapa obat-obatan dan peralatan medis yang diduga untuk melakukan praktik aborsi.

Usai diperiksa penyidik, Mia mengaku dirinya sengaja datang ke Palembang dari Kabupaten OKU untuk melakukan aborsi.

“Ya mau aborsi, biar datang bulan lagi. Jadi ke tempat dokter itu, tahu dari kawan. Setelah disuntik dokter, polisi datang menangkap,” ujar salah satu mahasiswa di Baturaja itu, Kamis (7/12).

Sementara itu dr WG membantah tuduhan tersebut dan mengaku hanya mengobati pasiennya yang telat datang bulan.

“Sebulan ini ada dua pasien minta diobati karena telat datang bulan. Karena saya tidak ada alat lengkap, makanya disuntik. Jadi bukan aborsi,” kilahnya.

Kasubdit IV/Renakta Ditreskrimum Polda Sumsel AKBP Suwandi menjelaskan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan awal terhadap dua tersangka.

“Setelah diperiksa, untuk tersangka perempuan mengaku melakukan aborsi. Sementara dokternya, kami masih lakukan pemeriksaan lebih lanjut,” jelasnya.

Suwandi mengatakan, sebelumnya tersangka Mia telah diberi beberapa obat penghancur janin, namun obat tersebut belum berkhasiat. Sehingga dr WG melakukan penyuntikan terhadap Mia.

“Saat didatangi petugas, Mia sudah disuntik. Lalu ditemukan berupa gumpalan darah yang kami belum tahu pasti benda apa itu. Kami ambil untuk dijadikan barang bukti dan diperiksa oleh labfor,” paparnya.

Selain itu, pihaknya juga menyita barang bukti berupa satu lembar surat pendaftaran kontrol berobat, tiga botol besar obat suntik yang sudah dipakai, satu botol sedang obat suntik yang sudah habis dipakai.

Kemudian satu botol kecil obat suntik yang sudah habis dipakai, satu bungkus obat suntik yang sudah terbuka, tiga butir pil berwarna putih, serta satu buah tong sampah yang di dalamnya ditemukan botol obat suntik yang sudah dipakai habis.

Ia menambahkan, kedua tersangka akan dijerat Pasal 77 a ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman sepuluh tahun penjara dan Rp1 miliar.

Praktik Sejak 2013

Praktik aborsi yang diduga dilakukan oleh dr WG diketahui telah berlangsung setidaknya sejak 2013 silam. Hal itu diakui seorang narasumber terpercaya berinisial IE (28) yang mengaku pernah melakukan aborsi dengan dr WG.

“Saya lakukan itu 2013 lalu. Saya diminta Rp3 juta untuk aborsi,” ujarnya.

Setelah setuju dengan harga, IE dibawa masuk ke ruang praktik dan diberi beberapa obat untuk dimakan dan dimasukkan ke dalam  kemaluannya.

Setelah itu, IE disuntik suatu obat yang tak diketahuinya. Beberapa saat kemudian, darah segar keluar dari kemaluannya diikuti dengan gumpalan-gumpalan menyerupai daging yang berlumuran darah.

“Seperti menstruasi, tapi darahnya banyak sekali. Saya sampai lemas karena banyak keluar darah,” akunya.

Praktik dokter bersama tersebut menempati sebuah rumah toko dua lantai bersebelahan dengan Apotek Limasta, yang juga satu pengelola, yakni milik anak dari Dr Mohammad Ali. Tempat praktik dokter WG berada di lantai dua bangunan tersebut.

Tanti, apoteker di Apotek Limasta, mengaku dirinya tidak mengetahui kalau dr WG ditangkap. Selama praktik di tempat tersebut, dr WG, menurutnya, dikenal ramah dan murah senyum kepada setiap orang yang ditemuinya.

“Sudah lama praktik di sini, tidak tahu pastinya berapa tahun. Tadi pagi saya dengar cerita dari kawan, tapi tidak sangka kalau dokter WG benar-benar ditangkap polisi,” ujarnya.

Akhir-akhir ini, Tanti menuturkan, praktik dokter di tempat tersebut semakin sepi, apalagi sejak adanya BPJS pada 2014. Gedung kian tak terurus karena pemiliknya berada di Jakarta.

“Dulu di sini ramai, tapi sekarang sepi. Katanya gedungnya pun akan dijual oleh yang punya, tapi belum ada penawaran yang pas,” imbuhnya.

Terpisah, Ketua Ikatan Dokter Indonesia Sumsel dr Rizal Sanif, SpOGK mengatakan, pihaknya belum mengetahui adanya penangkapan tersebut. Pihak IDI belum mau bertindak sebelum keputusan hukum tetap.

“Kalau terbukti di pengadilan, baru kita sanksi. Izin praktiknya bisa dicabut. Namun kita tunggu sampai terbukti di pengadilan,” tandasnya.

Apabila benar dr WG terbukti melakukan aborsi tanpa prosedur legal, maka yang bersangkutan telah melanggar kode etik sebagai dokter.

“Dokter mempunyai kode etik, melindungi insan tak boleh melakukan aborsi karena melanggar UU dan KUHP. Kalau terbukti, hukuman pidana terus berjalan,” ujarnya.

Dalam undang-undang mengenai aborsi, Rizal berujar, aborsi diperbolehkan dalam beberapa kesempatan. Seperti janin yang tidak berkembang, membahayakan jiwa ibu, serta korban kasus pemerkosaan ataupun incest (persetubuhan sedarah).

“Keputusan untuk aborsi atau tidak pun bukan berada di dokter yang menangani, namun pihak berwenang yakni rumah sakit serta tim yang dibentuk RS. Prosesnya panjang, tidak bisa sekonyong-konyong aborsi pada saat itu juga,” jelasnya.

Sementara Ketua IDI Kota Palembang dr Hj Abla Ghanie, SpTHT, KL(K) enggan berkomentar lebih banyak tentang dugaan praktik terlarang ini. Menurutnya, ia akan mengecek kebenarannya terlebih dahulu.

“Saya belum mau komentar sebelum mengecek kebenarannya. Baru nanti saya komentar,” singkatnya.

WG sendiri diketahui pernah tersangkut kasus pencabulan dan dilaporkan oleh pasiennya sendiri ke Polresta Palembang pada April 2016 lalu.

Dari dokumentasi, WG menggerayangi pasiennya saat sedang melakukan praktik. Korban NN melaporkan kalau pelaku sudah mencabulinya.

Dinas Kesehatan Kota Palembang menyatakan tempat praktik bersama itu memang tidak mendapatkan pengawasan sepenuhnya. Lantaran pengawasan merupakan kewenangan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

“Saya baru tahu sekarang malah, belum ada kabar ke kita, nanti kita akan klarifikasi dulu kebenarannya,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Palembang dr Letizia saat dihubungi, Kamis.

Letizia mengatakan, praktik dokter mendapatkan izin dari Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP). Berupa perizinan tempat prakter yang sebelumnya memang mendapatkan rekomendasi terlebih dahulu dari Dinkes Palembang.

“Ya sebelumnya memang dapat rekomendasi dari kita, kita awasi dan cek tempat praktik. Memastikan jika itu untuk praktik dokter dan bukan disalahgunakan. Pengawasan lanjutannya itu dari IDI,” katanya.

Menurutnya, jika memang terbukti melakukan praktik aborsi yang jelas melanggar, maka Pemko akan mencabut izin praktiknya. “Sanksi lain itu bukan kewenangan kita,” ujarnya. (den)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *