“Iuran” Pelantikan Kades di OKI Diduga Salahi Aturan

photo : Kegiatan pelantikan kepala desa yang dilakukan di salah satu Kecamatan.

** Modus pelantikan perkecamatan dituding untuk cari keuntungan.

Radar Sriwijaya (OKI), – Forum Indonesia Indonesia untuk Transparansi (Fitra) Sumatera Selatan Nunik Handayani menilai kebijakan pembiayaan bersama biaya pelantikan Kepala Desa Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) menyalahi aturan. Pasalnya, pelaksanaan Pilkades serentak dan pelantikannya sudah diatur pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,

“Biaya pemilihan Kepala Desa dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota diatur dalam Pasal 34 ayat 6 tersebut, yakni Biaya pemilihan Kepala Desa dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota adalah untuk pengadaan surat suara, kotak suara, kelengkapan peralatan lainnya, honorarium panitia dan biaya pelantikan,” jelasnya Kamis (23/01/2020).

Menurut wanita berhijab ini, peraturan tersebut jelas mengatur perintah Undang-undang dengan mengisyaratkan biaya pelantikan menjadi beban dan tanggung jawab Daerah dalam hal ini APBD.

“Disebut ilegal lantaran bertentangan dengan Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang desa tadi. Bahwa biaya pilakdes termasuk dalam biaya pelantikan,” bebernya.

Selain itu, Fitra Sumsel juga menuding sejumlah pungutan dalam proses pilkades, mulai dari pencalonan, pemilihan, hingga pelantikan kades yang harus ditanggung sendiri itu sebagai pemicu kades terpilih cenderung mencari celah mengembalikan modal melalui anggaran yang diamanahkan negara.

“Kendati normatif, bukan tak mungkin kades terpilih melakukan penyimpangan melalui dana desa atau anggaran lainnya untuk mengembalikan biaya politik mahal tersebut. Seharusnya dana tersebut jangan ditetapkan sekian. Pasalnya, disinyalir ada yang dipungut hingga Rp25 juta, sehingga tak harus dibedakan,” jelasnya.

Nuniek mengungkapkan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) dapat menganggarkan kegiatan tersebut melalui APBD. Menurutnya, biaya proses pilkades keseluruhan merupakan tanggung jawab Pemda setempat untuk dipenuhi dengan mengutamakan efisensi anggaran.

Dia meneruskan, kegiatan tersebut tidak berlaku setiap tahun. Sehingga ia menegaskan tak ada alasan bagi pemda untuk membebani biaya proses itu kepada kades. Dirinya mencontohkan efisiensi bisa dilakukan dengan mengadakan pelantikan kades serentak dengan menggunakan fasilitas milik pemda setempat.

“Semestinya pelantikan bukan dilakukan per kecamatan seperti yang terjadi selama ini. Dinas PMD bisa gunakan fasilitas gedung milik pemda untuk lantik kades serentak. Dengan demikian, pengeluaran biaya pelantikan dapat ditekan,” katanya.

Pendapat yang sama disampaikan, Jamalludin salah seorang tokoh pemuda OKI, menurutnya, pelantikan dilakukan perkecamatan ini diduga sengaja dilakukan untuk mencari keuntungan, mulai dari biaya perjalanan dinas yabg dilakukan berkali-kai sampai dengan biaya pelantikan.

Menurutnya, jika pelantikan dilakukan satu kali secara serentak maka biaya akan jauh lebih murah, lalu waktunya akan lebih efisien, akan tetapi argumentasi yang dibangun justru pelantikan dilakukan perkecamatan agar dilihat masyarakat.

“Ini produk pilkades serentak, tetapi anehnya dilantik justru sendiri-sendiri, jelas tidak efisien, saya minta hal ini diusut tuntas, tidak salah jika ada indikasi untuk mencari keuntungan, bayangkan ada 102 desa yang ikut pilkades serentak, jika minimal Rp. 10 juta per kades untuk anggaran pelantikan maka ada Rp. 1,02 Milyar dana yang terkumpul, jika dilakukan pelantikan serentak maka biayanya akan jauh lebih murah.” tukasnya.

Kepala PMD OKI Nursula justru berpandangan berbeda. Menurut Nursula, sejak dulu pihaknya tidak mengangarkan dana untuk pelantikan kades terpilih karena keterbatasan quota anggaran, dia mengatakan pelaksanaan di lapangan itu ditanggung musyawarah sesama kades yang dilantik.

“Setiap pelantikan selalu heboh soal dana padahal memang pelantikan nini tidak ada anggarannya,” katanya kepada awak media beberapa waktu lalu.

Seperti kabar sebelumnya, dari 18 Kecamatan, setidaknya 102 kades terpilih hasil Pilkades November 2019 lalu, ditenggarai dibebankan pungutan sebesar Rp10 juta untuk biaya pelantikan. Pungutan itu diduga disetor ke panitia pelantikan di setiap Kecamatan.

Para Kades terpilih mengaku sangat terbebani atas permintaan uang Rp10 juta untuk dalih biaya pelantikan itu. Namun mereka tidak berani melapor, karena demi terlaksananya pelantikan serentak di masing-masing Kecamatan.

Salah satu Kades di Kecamatan Tanjung Lubuk yang meminta namanya tidak ditulis membenarkan dirinya dan seluruh Kades yang dilantik Wabup OKI, HM Dja’far Shodiq beberapa hari lalu telah menyetor uang masing masing Rp10 juta ke panitia pelantikan di Kecamatan.

“Bagi kami sangat besar Rp10 juta itu, apalagi kami baru saja Pilkades yang tentu saja telah mengeluarkan uang tidak sedikit,” ungkap dia saat ditemui di Pendopoan Kabupatenan saat menerima SK besaran ADD, DD dan bagi hasil L3, Rabu (22/01/2020) kemarin. (rel/den)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar