Radar Sriwijaya (OKI) – Hingga saat ini belum ada Kesepakatan hitam diatas putih atau Memorandum Of Understanding (MoU) antara pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dengan PT Waskita Karya terkait kerusakan kerusakan infrastruktur di Kabupaten OKI imbas dari pembangunan jalan tol.
Padahal, MoU ini menjadi penting sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik bahwa ada komitmen bersama untuk menyelesaikan pemermasalahan yang imbasnya merugikan kepentingan masyarakat. MoU tersebut juga dapat menjadi dasar untuk “menagih janji” jika nanti proyek strategis tersebut selesai.
Bahkan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ogan Komering Ilir (OKI) melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) masih menantikan waktu untuk bertemu pihak PT Waskita Karya untuk membahas terkait komitmen perbaikan jalan yang rusak akibat aktifitas angkut material pembangunan Tol Trans Sumatera.
“Sampai saat ini kita masih menanti waktu untuk bertemu dengan pihak Waskita untuk membicarakan (kerusakan jalan) ini. Khususnya ruas jalan yang dilalui pengangkut material tol,” kata Sekretaris Dinas PUPR OKI, H Sujasmin saat ditemui, Rabu (24/10).
Sujasmim mengungkapkan, pada awalnya memang komitmen untuk memperbaiki jalan ini sudah disampaikan oleh pihak waskita, akan tetapi komitmen ini belum dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU).
“Jadi tujuannya untuk membicarakan tentang komitmen ini. Sehingga akan lebih jelas komitmennya seperti apa, oleh karena itu kita ingin bertemu langsung dengan petingginya,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, gelombang protes dan keluhan warga terkait kerusakan jalan akibat aktifitas angkut material ini masih sering terjadi.
“Kata mereka akan diperbaiki, tapi kita belum tau juga perbaikan dia itu bagaimana, kita mau maksa perbaiki sekarang tidak bisa karena belum selesai,” katanya.
Terkait kerusakan jalan ini, tambah Sujasmin, pihak Waskita pernah menemui pihak PUPR dan menyampaikan akan memperbaiki jalan dari Jembatan Kayuagung sampai sekitar SMAN 3 Unggulan Kayuagung. Hal ini juga belum ada kepastian karena dari SMAN tersebut dan seterusnya perbaikannya bagaimana.
“Berdasarkan komitmen awal, mereka akan mengembalikan jalan yang rusak ke kondisi semula setelah (tol) ini selesai, ini untuk jalan yang telah dibangun. Tapi untuk jalan yang belum dibangun mereka membantu pemeliharaan,” terangnya.
Masih kata Sujasmin, sebelum memulai pengerjaan tol Trans Sumatera ini, pihak Waskita telah membuat dokumen dan memeriksa jalan-jalan yang akan dilalui sehingga diharapkan pihak kontraktor ini dapat mengembalikan kondisi jalan seperti semula.
“Kita mengajukan jalan yang rusak akibat mereka lalui, tapi secara teknis itu urusan mereka,” pungkasnya.
Pengamat Kebijakan Publik Kabupaten OKI Jamalludin mengatakan, dengan tidak adanya MoU tersebut hal ini akan memperlemah nilai tawar pemerintah kabupaten, pasalnya, kebijakan untuk mengembalikan kondisi infrastruktur seperti semula hanyalah pernyataan lisan.
“Artinya akan muncul kompromi mana yang sanggup untuk diperbaiki dan mana yang tidak, lalu setelah pembangunan selesai siapa yang berani menjamin hal ini bisa terealisasi dengan baik, sehingga nanti akan muncul kesan pemerintah OKI meminta kepada pihak perusahaan, padahal ini kewajiban.” katanya.
Oleh sebab itu MoU menjadi penting untuk menjadi pedoman kedua belah pihak, meskipun demikian didalam klausulnya tidak ada yang dirugikan.
“Menurut saya harus ada MoU nya, isinya seperti apa itu tergantung dari keduanya intinya bagaimana dapat mengakomodir kepentingan masing-masing pihak.” katanya.(den)