Radar Sriwijaya (OKI) – Tradisi Midang (karnaval pakaian adat Kayuagung,red) masih terus lestari sebagai warisan budaya di Kabupaten OKI, bahkan untuk membuat kebudayaan ini terus bertahan, pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) membuat agenda tahunan Midang Bebuke Morge Siwe, yang menjadi daya tarik tersendiri bagi warga di Bumi Bende Seguguk pada Hari Raya Idul Fitri setiap tahunnya.
Kegiatan midang ini dilaksanakan secara rutin selama dua hari, pada hari ketiga dan keempat di hari raya Idul Fitri dengan diikuti oleh sebelas kelurahan dalam Kota Kayuagung.
Seperti pada Hari Raya Idul Fitri 1439 H tahun 2018, kegiatan midang dibagi dalam dua hari dimana kelurahan yang mengikuti Midang Bebuke Morge Siwe pada hari ini, Minggu (17/6/2018), yakni Kelurahan Sidakersa, Jua-Jua, Tanjung Rancing, Kayuagung Asli dan Kelurahan Kota Raya. Sedangkan pada esok harinya, Senin (18/6/2018), diikuti oleh Kelurahan Kedaton, Cinta Raja, Mangun Jaya, Paku, Sukadana dan Kelurahan Perigi.
Pantauan di lapangan pada midang tahun ini, terlihat para peserta melakukan arak-arakan pakaian adat perkawinan ‘Mabang Handak’ (adat perkawinan Kayuagung -red) yang diiringi musik tradisional tanjidor sebagai pembatas dari masing-masing kelurahan.
Kelurahan pertama yang tiba di pendopoan rumah dinas Bupati OKI yakni Kelurahan Tanjung Rancing yang merupakan kelurahan ke sebelas dan termuda setelah Kelurahan Cinta Raja. Kemudian disusul oleh peserta midang dari Kelurahan Jua-jua, Sidakersa, Mangun Jaya, Kayuagung Asli dan terakhir dari Kelurahan Kota Raya.
Plt Bupati OKI, HM Rifa’i SE didampingi Sekda OKI H Husin SPd MM mengatakan, bahwa saat ini Pemkab OKI sangat konsen mendukung tradisi midang sebagai warisan tradisi budaya leluhur yang sangat mahal nilai karakteristiknya.
“Tradisi ini merupakan aset budaya yang sangat diperhatikan, disamping tradisi lainnya di Kabupaten OKI. Kondisi midang sampai saat ini masih sangat lestari bahkan berkembang menjadi wisata budaya,” jelasnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Kabupaten OKI, Ifna Nurlela mengatakan, bahwa saat ini midang masih menjadi salah satu adat budaya yang bertahan dan dilestarikan di Kabupaten OKI.
“Adat arak-arakan ini sudah sejak lama dilakukan, para pelakunya adalah para muda-mudi dalam kelurahan. Dahulu midang dilakukan oleh muda-mudi yang kelurahannya ada hajatan pernikahan, kemudian untuk melestarikannya dikembangkan menjadi agenda tahunan pariwisata setiap tahunnya, tepatnya di setiap lebaran,” ujar dia.
“Midang ini sendiri juga menjadi event pariwisata nasional, yang artinya midang bukan hanya milik Kabupaten OKI saja tetapi sudah me njadi salah satu atraksi pariwisata yang terdaftar di Kementerian Pariwisata dan pernah juga ditampilkan di istana negara pada tahun 2007,” ungkapnya.
Salah satu tokoh masyarakat Kayuagung, Yuslizal mengatakan, awal mulanya Midang Bebuke Morgesiwe terjadi pada abat ke-17. Ketika itu ada perseteruan antara pihak mempelai laki-laki dan perempuan. Pihak mempelai laki-laki berasal dari keluarga yang miskin tetapi berkepribadian yang luhur.
Sedangkan, lanjut dia, pihak perempuan berasal dari keluarga yang terpandang atau kaya. Sebab perbedaan itulah, pihak perempuan meminta sejumlah syarat berupa kereta hias menyerupai naga dan pengumuman dari keluarga laki-laki. Akhirnya persyaratan itu dipenuhi oleh pihak laki-laki.
“Jadi, sejak peristiwa itulah, masyarakat Kota Kayuagung menyelenggarakan acara Midang Bebuke Morge Siwe,” ungkapnya.
Dijelaskanya juga, midang dalam istilah masyarakat Kayuagung adalah sebuah kegiatan berjalan kaki dengan menggunakan pakaian adat perkawinan masyarakat Kayuagung, sedangkan bebuke artinya lebaran.
“Kala itu midang merupakan perkawinan dalam adat yang tertinggi di Morge Siwe (Sembilan Marga -red) yang merupakan persyaratan untuk jemput mempelai perempuan oleh mempelai laki-laki atau masuk dalam adat istiadat perkawinan, dan seiring dengan berjalannya waktu midang ini terus mengalami perkembangan sehingga menjadi sebuah agenda pariwisata di OKI,” pungkas dia.(bud)